Nama saya Mutia zahra. Saya saat ini berumur 17 tahun yang berarti saya lahir pada tanggal 09 Juli 2005. Saya merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara. Ayah saya bernama Muhammad Isa Zakaria. Ayah saya bekerja sebagai petani. Ayah saya lahir pada tanggal 01 Oktober 1969. Ibu saya bernama Siti Ratniati Chaniago. Ibu saya bekerja sebagai ibu rumah tangga yang mengurus rumah tangga sehari hari. Ibu saya lahir pada tanggal 04 Oktober 1977. Ibu dan ayah saya menikah pada tahun 2000 dan di karuniai anak laki laki pertama yang bernama Muhammad AdrianSyah. Yang merupakan saudara laki laki saya. Saudara laki laki saya pada saat ini sedang bekerja di pembangunan. Saudara laki laki saya lahir pada tanggal 14 Februari 2001. Kami berdua memiliki perbedaan umur sebanyak 4 tahun 5 bulan. Dan Saudara perempuan saya atau adik saya bernama Kalila Rifda, adik saya lahir pada tanggal 22 November 2014. Adik saya sekarang merupakan pelajar di MIN 55 Bireuen sedang menduduki kelas 2. Kami berdua memiliki perbedaan umur sebanyak 9 tahun 4 bulan.
Saya memiliki hobi membaca, mengaji dan belajar tentang nahwu sharaf. Namun satu hobi yang hanya menonjol di dalam diri saya adalah mempelajari ilmu nahwu Sharaf. Saya sekarang merupakan pelajar di MAN 7 Bireuen sedang menduduki kelas 12. Pada saat saya berumur 12 tahun lebih tepatnya saat saya belum mendapat gelar santri di Dayah Nurul fata, saya belum mengerti apa itu ilmu nahwu Sharaf bahkan belum mengetahui nya sedikit pun. Lalu ketika saya beranjak umur 13 tahun saya di pindahkan ngajinya dari Dayah Miftahul falah menjadi Dayah Nurul fata. Pada saat saya mendapat gelar santri Dayah Nurul fata saya masih sekolah di MTsN, Nah pada tanggal 02 Januari tahun 2018 saya menjadi santri di Dayah Nurul fata. Pada saat itu saya pergi bersama 2 teman yang lainnya bernama Elsa Fadila dan Dina akmila, yang merupakan teman saya sekampung dari Dayah Miftahul falah. Ketika itu kami pergi menaiki becak dan diantar oleh ibu, ayah saya, dan orang tua teman saya yang lainnya. Ketika kami sampai di Dayah kami langsung di sambut oleh para guru guru yang ada di sana beserta pimpinan Dayah Nurul fata yang bernama ustadz Abdullah bin Ahmad. Santri Dayah nurul fata memanggil pimpinan Dayah dengan sebutan Abon lalu kami di tepung tawarkan oleh Abon, setelah itu kami di beritahukan beberapa peraturan Dayah yang harus kami patuhi di antaranya adalah jangan membawa handphone ke ngajian, jangan memakai celana ketat ketika berada di luar Dayah maupun di dalam Dayah dan di larang berkomunikasi dengan santri yang berlawanan jenis.
Kami di masukkan ke balai 1B, Ketika kami menduduki balai pengajian, guru yang ada di balai memberitahukan kepada kami bahwa 1 bulan lagi guru guru beserta Abon akan mengadakan MTQ sebagaimana yang telah berlangsung semenjak Dayah di dirikan. Kemudian kami menghafal bahan untuk lomba, yaitu tanda i'rab, hukum isem dan hukum fi'el. 1 bulan pun telah berlalu tiba saat nya balai kami yang di panggil untuk mengikuti lomba. Dari itu saya berfikir enak ya kalau jadi guru, tidak usah ikut lomba atau pun ujian. Kemudian giliran nomor undian saya yang di panggil, ketika nama saya di panggil jantung pun berdebar lutut pun bergoyang, lalu saya mengucapkan salam, dan menghafal perlombaan nya di atas panggung. Tapi di karenakan saya gugup jadi saya lupa 2 hukum isem, yaitu isem maksur dan isem manqus, karena ke 2 isem ini hampir serupa, bedanya cuma di ketika nasab. Ketika itu saya tidak menyadari kesalahan saya. Namun setelah saya turun dari panggung teman saya lah yang memberitahukan kepada saya bahwa saya tadi menghafalkan hukum isem yang terbalik, begitu malunya saya ketika itu, karna banyak ustadz yang menonton. Tapi jika kita Terlalu menyesali hanya akan membuat kita lupa untuk bersiap memperbaiki. Dari itu saya belajar bahwaSemua impian kita dapat menjadi nyata jika kita memiliki keberanian untuk mengejarnya. Seminggu kemudian adalah acara maulid Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wasallam serta acara pidato di malam hari nya yang di adakan sekalian dengan acara pembagian hadiah. Ketika ustadz mengumumkan peserta peserta yang mendapatkan hadiah saya merasa kecewa kenapa bukan saya aja yang mendapatkannya.lalu saya berpikir Menang bukanlah segalanya, tapi menginginkan kemenangan, itulah yang terpenting. Saya berniat untuk memperbaiki kesalahan saya di lomba yang akan datang. “nasi sudah menjadi bubur” menggambarkan keadaan dimana suatu hal yang telah terlanjur terjadi dan tidak bisa dikembalikan seperti semula, seperti itulah saya di ketika itu.
Setelah selesai mengadakan acara maulid Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wasallam pengajian di Dayah sudah mulai normal seperti biasa, kami pergi ngaji setiap malam demi untuk menuntut ilmu. Awal nya saya mengenali ilmu nahwu Sharaf ketika guru menanyakan kalimat kepada kami bahwa Hua itu adalah kalimat apa, namun kami tidak bisa menjawab, tetapi ada teman yang satu balai sama kami waktu di tanyakan oleh guru dia langsung menjawab nya dengan cepat tanpa ada yang salah, di situlah saya mulai tertarik untuk mempelajari ilmu nahwu Sharaf tersebut. Pada setiap malam rabunya yang mengajar ngaji adalah ketua pengajian Dayah yaitu Ustadz Munidzar namanya, jika kami tidak bisa menghafal atau menjawab I’rab yang di tanyakan oleh guru, kami pasti di hukum, hukumannya pun bermacam macam. Saya pun telah melewati nya, ada yang lari lari mengelilingi balai, ada yang di suruh menghitung kereta, ada yang mengutip sampah, dan hukuman yang paling sering adalah di suruh berdiri satu tiang balai satu orang. Waktu saya mengalami hal tersebut untuk yang pertama kali nya, saya merasa malu sekali karna semua balai tertuju pandangannya pada balai kami, tapi bagi teman teman saya yang sudah biasa hal tersebut tidak mereka anggap sebagi hukuman. hukuman tersebut bagi saya sudah wajar di berikan oleh ustadz Munidzar, karna beliau hanya ingin muridnya disiplin dalam menuntut ilmu. Tapi yang aneh nya teman teman saya ada yang marah marah dan ada yang malas pergi ngaji setiap malam Rabu, tapi biarkan saja mereka. Selama setahun Dayah kami ujiannya ada 3 kali, waktu sebelum tibanya bulan ramadhan, sebelum hari raya idul adha, dan setelah acara perlombaan.
Setelah itu kami mengikuti ujian yang pertama kalinya di Dayah Nurul Fata, dengan hal yang sedikit aneh karna ketika ujian adanya I’rab, surah maupun isyqal atau (pertanyaan). Karna sebelumnya waktu saya pergi ngaji ke Dayah Miftahul falah, kami tidak di ajarkan I’rab, karna mungkin kami masih terlalu kecil untuk menguasai ilmu nahwu Sharaf, berbeda dengan ilmu tauhid maupun tajwid kami sudah di ajarkan sejak awal. Seminggu pun berlalu, kami telah mengikuti ujian untuk yang pertama kalinya, tinggal menunggu waktu pembagian raport santri. Ketika di umumkan yang juara, saya pun merasa kecewa karena saya belum bisa mendapatkan gelar juara di balai pengajian. Tapi saya sangat mengingat kata-kata guru “man Jadda wajada” yang artinya siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Setelah itu saya tidak putus asa untuk tetap semangat dan belajar. Selain itu orang tua saya pun mendukung saya untuk tetap belajar jangan putus asa, mereka tidak pernah memarahi anaknya jika kami tidak mempunyai prestasi. Tapi mereka menasehati kami agar kedepannya bertingkat, dari tidak mendapat ranking menjadi ada, namun terkadang kami aja yang tidak terlalu fokus ketika belajar. Setelah itu hari hari saya terjadi begitu saja seperti biasa ketika saya mengikuti ujian tidak pernah mendapatkan ranking, pertama kali mengikuti ujiann saya mendapatkan ranking 6, setelah itu ranking 4, ujian ke 3 ranking 8, ujian ke 4 ranking 5, ujian ke 5 ranking 3, ujian ke 6 ranking 2, ujian ke 7 ranking 2, ujian ke 8 ranking 2, dan yang terakhir adalah ranking 1. Selama saya pergi ngaji ke Nufa sekalipun saya tidak pernah mendapatkan juara ketika lomba, tapi kalau ranking Alhamdulillah ada. Lalu pada tahun. Pada saat saya mengikuti ujian yang terakhir saya mendapatkan ranking 1, saya senang sekali, karna apa yang saya inginkan selama ini tercapai, Alhamdulillah ada peningkatan dari sebelum saya mengaji dan sesudah saya mengaji. Di situlah dapat disimpulkan makna dari "man Jadda wajada"
Pada tahun 2019 bulan April tanggal 21 hari Minggu, kami keluarga Dayah Nufa pergi ke Lhok untuk melihat kuburan Malikussaleh, kami menaiki 2 bus sekolah yang di sewa, jam 09:00. Saya sangat mengingat kenangan tersebut. setibanya kami disana Abon Selaku pimpinan Dayah langsung memulai tahlilan yang di pimpin oleh Abon sendiri, setelah itu kami jajan jajan sebentar. Sepulang nya dari kuburan Al Malikussaleh, kami pergi waduk untuk beristirahat sebentar sekalin dengan shalat berjamaah di area waduk, di sana sudah di sediakan tempat untuk shalat yaitu mushalla, beserta dengan mukenah. Alhamdulillah kami pulang dengan selamat sampai tujuan. Setibanya di rumah jam 17:00. Lalu saya membereskan pekerjaan rumah dan mandi, setelah itu pergi ngaji lagi sebelum Maghrib, setibanya disana shalat Maghrib nya harus jama'ah, jika tidak santri nya dikenakan denda yaitu menghafal kitab matan bina, tapi bagi yang tidak ada alasan tertentu sama sekali, tapi jika ada alasan maka tidak dikenakan denda jika yang tidak hadir pada masa itu menghafal juga tapi mengganda ganda bab nya. Jika yang terlambat maka hukumannya adalah menghafal 1 bab, yang tidak hadir 3 bab, tapi bagi saya itu sudah wajar, karena guru tidak ada yang menginginkan santri nya untuk tidak disiplin, tidak pandai, atau malas pergi ke ngajian. Makanya denda atau peraturan tersebut harus ada untuk mendisiplinkan santri nya. Dayah kami pada setiap selesai acara pembagian raport ada di adakan acara makan makan, ada yang bersedekah untuk santri Dayah atau ada yang kami beli sendiri dan ada juga yang di kumpulkan uang dan nasi nya dibeli oleh guru.
Lalu pada tahun 2020 Alhamdulillah saya sudah mulai dikenal oleh Abon, hal tersebut sangat jarang terjadi. Di tahun yang sama sebelum memasuki bulan ramadhan saya dan beberapa teman saya mewakili santri dayah Nufa sebagai peserta lomba di cot tuphah. Alhamdulillah Dayah kami menang di dalam beberapa cabang perlombaan.
Lalu pada tahun 2021 bulan10 saya sudah mulai diajak untuk mengajar ngaji untuk santri siang, pada saat itu saya belum ada jadwal nya sendiri, masih ganti ganti punya guru yang lain, selama saya mengajar ngaji siang disitulah saya mengetahui bahwa penting mendengar atau tidak berbuat tingkah laku yang tidak baik disaat ada guru, di situlah saya melihat bermacam macam sikap santri siang yang mungkin hal tersebut sudah saya lakukan waktu saya ngaji di Dayah Miftahul falah. Sikap yang mereka lakukan sekarang adalah cerminan dari sikap yang saya lakukan dulunya, wajar saja jika mereka masih kurang patuh kepada gurunya atau bandel. Selama saya mengajar ngaji santri siang Alhamdulillah Abon semakin mengenal saya, saya merasa terharu. Pada akhirnya saya ditetapkan sebagai guru yang mengajar di Dayah, buka sebagai guru ganti lagi, setelah penantian 8 bulan, saya sangat senang. Pada awalnya saya tidak memikirkan bahwa hal tersebut akan terjadi pada diri saya sendiri, tapi Karena tekat saya, Alhamdulillah saya sudah dipakai dalam lingkungan Dayah.
Kesimpulannya adalah bahwa, jika kita bersungguh-sungguh dalam menuntutilmu, maka ilmu tersebut akan berguna di suatu saat. Saya yang dulunya tidak mengerti apa apa tentang ilmu nahwu Sharaf, Alhamdulillah sekarang mengerti sedikit sedikit walaupun tidak semuanya. Kita harus rajin dalam menuntut ilmu, jangan karena teman kita menjadi santri, tapi niatkan dalam hati bahwa saya bisa seperti dia, walaupun tidak 100%. Jika kita ingin membahagiakan orang tua kita, maka jalan satu-satunya adalah menaati perintah nya.
Mutia Zahra
Kelas XII Agama